Kamis, 28 Februari 2013

Peranan Pancasila Dalam Pembangunan Ekonomi Bangsa Indonesia


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.


Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sejarah Perumusan
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :
1.    Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
2.    Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
1.     Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
2.     Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
3.     Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
4.     Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
5.     Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Butir-Butir Pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
  1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
  3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
  4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
  5. Menolak kepercayaan atheisme di Indonesia.
B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
  1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA PERSATUAN INDONESIA
  1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
  2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
  3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
  4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
  5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
  1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
  5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
  6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
  1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Bersikap adil.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak-hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
  6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak bersifat boros.
  8. Tidak bergaya hidup mewah.
  9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
  10. Suka bekerja keras.
  11. Menghargai hasil karya orang lain.
  12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/69/Pancasila_Sila_1_Star.svg/80px-Pancasila_Sila_1_Star.svg.pngBintang.

.
1.    Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.    Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.    Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.    Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Sila kedua
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/9d/Pancasila_Sila_2_Chain.svg/80px-Pancasila_Sila_2_Chain.svg.pngRantai.


1.    Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.    Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.    Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.    Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.    Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.    Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.    Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.    Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.    Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila ketiga
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a8/Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg/80px-Pancasila_Sila_3_Banyan_Tree.svg.pngPohon Beringin.


1.    Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.    Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.    Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.    Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.    Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.    Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.    Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Sila keempat
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f1/Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg/80px-Pancasila_Sila_4_Buffalo%27s_Head.svg.pngKepala Banteng.


1.    Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.    Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.    Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.    Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.    Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.    Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.    Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.    Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.    Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b9/Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg/80px-Pancasila_Sila_5_Rice_and_Cotton.svg.pngPadi Dan Kapas.


1.        Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.        Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.        Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.        Menghormati hak orang lain.
5.        Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.        Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.        Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.        Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.        Suka bekerja keras.
10.    Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.    Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Revolusi Mewujudkan Ekonomi Pancasila 
Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi sumbangan besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga tidak terlepas dari berkembangnya paham kapitalisme disertai penerapan liberalisme ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya, kebijakan, program, dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan teori-teori kapitalisme-liberal.
           
Disinilah relevansi Ekonomi Pancasila, sebagai “media” untuk mengenali (detector) bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri neo-liberal Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Pembangunan politik memiliki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan masyarakat, antara lain: (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kepentingan politik tertentu, (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian, (3) pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.

Pancasila sebagai paradigma pambangunan politik dan hukum kiranya tidak perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah melaksanakan paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di masa-masa mendatang. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti:
1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak adanya blue print.
2. Penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan masih bersifat parsial.
3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum.

Demikian dengan pandangan pakar-pakar ekonomi arus utama (main stream), kerusakan ekonomi yang dialami sektor modern/ konglomerat tidak perlu diratapi, dan kita tidak perlu mati-matian memulihkan kondisi ekonomi pra-krisis yang sangat timpang. Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang demokratis, menunjuk pada asas ke-4 Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dimana ekonomi rakyat mendapat dukungan pemihakan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Bahwa sejauh ini pakar-pakar ekonomi arus utama menolak konsep ekonomi kerakyatan, bahkan juga ekonomi kekeluargaan, yang hendak digusur dari pasal 33 UUD 1945, adalah karena mereka secara a priori menganggap ekonomi kerakyatan bukan sistem ekonomi pasar, tetapi dituduh sebagai sistem ekonomi “sosialis-komunis” ala Orde Lama 1959-1966. Pandangan dan pemihakan mereka pada konglomerat yang liberal-kapitalistik memang amat sulit diubah lebih-lebih setelah (istilah mereka) ”Uni Sovyet pun kapok dengan sosialisme, dan RRC juga sudah menjadi kapitalis”. Paham sosialisme tidak pernah mati, dan ekonomi RRC tumbuh cepat bukan karena meninggalkan paham sosialisme tetapi karena amat berkembangnya ekonomi rakyat. Ekonomi Indonesia akan tumbuh cepat seperti ekonomi RRC jika mampu mengalahkan virus korupsi yang tumbuh subur sejak awal gerakan reformasi yang telah benar-benar melenceng. 

Ekonomi Pancasila bukanlah sistem ekonomi baru yang masih harus diciptakan untuk mengganti sistem ekonomi yang kini “dianut” bangsa Indonesia. Bibit-bibit sistem ekonomi Pancasila sudah ada dan sudah dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat perdesaan dalam bentuk usaha-usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 
Adapun mengapa praktek-praktek kehidupan riil dan kegiatan ekonomi rakyat yang mengacu pada sistem (aturan main) ekonomi Pancasila ini tersendat-sendat, alasannya jelas karena politik ekonomi yang dijalankan pemerintah bersifat liberal dan berpihak pada konglomerat. Ketika terjadi krismon 1997-1998, meskipun keberpihakan pemerintah pada konglomerat belum hilang, tetapi gerakan ekonomi kerakyatan yang dipicu semangat reformasi memberikan iklim segar pada berkembangnya sistem ekonomi Pancasila yang berpihak pada ekonomi rakyat. 

Oleh karena itu, rakyat melalui wakil-wakilnya di MPR, mengatakan bahwa pembangunan nasional kita adalah pengamalan Pancasila. Kita selalu mengatakan bahwa tujuan pembangunan kita adalah membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, maka pembangunan ekonomi kita pun haruslah berlandaskan Pancasila, sebagai dasar, tujuan, dan pedoman dalam penyelenggaraannya. Dengan dasar pemikiran tersebut, maka yang ingin kita bangun adalah Ekonomi Pancasila.
Dalam konteks pembangunan ekonomi di era globalisasi yang sangat dinamis ini, peranan pemerintah suatu negara menjadi semakin terbatas. Hal ini terjadi bukan semata-mata disebabkan oleh gencarnya proses liberalisasi dan kapitalisme, tetapi juga oleh kenyataan bahwa aspek kehidupan masyarakat modern menjadi semakin kompleks. Negara semakin kurang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya. Untuk mengelola dan memajukan ekonomi suatu masyarakat dalam lingkup negara, diperlukan hadirnya anggota masyarakat yang mampu melihat peluang yang bernilai ekonomis dan mengelolanya menjadi suatu kegiatan yang memberi keuntungan pada semua pihak. Tak berlebihan mengatakan bahwa masa depan kesejahteraan rakyat Indonesia amat ditentukan oleh kiprah para pengusaha Indonesia. Semua negara yang maju, makmur dan sejahtera memiliki banyak pengusahanya yang tangguh.

Pancasila sebagai Landasan Pembangunan
Pancasila sebagai landasan pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis terhadap pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.

Sedangkan Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkattan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.

Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.

Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Sistem dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu berlandaskan pada nilai moral dari pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem ekonomi pancasila harus didasari oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan kemanusiaan (humanistis) akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.

Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.

Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri
Pembentukan karakter generasi muda bangsa merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa dan bahkan menentukan nasib bangsa itu di masa depan termasuk juga Indonesia. Namun pada kenyataannya, di era globalisasi yang telah menempatkan generasi muda Indonesia pada derasnya arus informasi yang semakin bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai akibat dari globalisasi.

Akibat dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda Indonesia.
Sehingga upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia untuk menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda dalam melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:[10]
1. Generasi muda sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di era globalisasi ini, peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif bangsa seperti misalnya meningkatkan dan melestarikan karakter bangsa yang positif sehingga pembangunan kemandirian bangsa sesuai pancasila dapat tercapai sekaligus dapat bertahan ditengah hantaman globalisasi.
2. Generasi muda sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentu tidak cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Misalnya dengan kemauan yang kuat dan semangat juang dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan dan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang positif di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.
3. Generasi muda sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan dibutuhkannya adaptifitas daya saing generasi muda untuk memperkuat ketahanan bangsa Indonesia. Character engineer menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Pengembangan dan pembangunan karakter positif generasi muda bangsa juga menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya adalah karakter pejuang dan patriotism yang tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, tetapi dapat dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Esensinya adalah peran genarasi muda dalam pemberdayaan karakter tersebut.

Generasi muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan suatu hal yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan bantuan dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk mrngaktualisasikan peran tersebut di era globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar