Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini
terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti
prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima
sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Meskipun
terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Sejarah
Perumusan
Dalam
upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat
usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yaitu :
1.
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan,
Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah,
peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
2.
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan
judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut:
Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh
Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya: Sekarang banyaknya
prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan,
lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya
azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara
Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah
Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah :
5. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh
Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden
5 Juli 1959)
Hari
Kesaktian Pancasila
Pada
tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di
tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif
dibelakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok reliji terbesar saat
itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk
membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada
hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum
yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat
G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia.
Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan
tanggal 1 Oktober
ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Butir-Butir
Pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila.
36 BUTIR-BUTIR
PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG
MAHA ESA
- Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
- Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
- Menolak kepercayaan atheisme di Indonesia.
B. SILA KEMANUSIAAN YANG
ADIL DAN BERADAB
- Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
- Saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap tenggang rasa.
- Tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA PERSATUAN INDONESIA
- Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
- Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
- Cinta Tanah Air dan Bangsa.
- Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. SILA KERAKYATAN YANG
DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
- Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
- Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
- Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
E. SILA KEADILAN SOSIAL
BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
- Bersikap adil.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak-hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
- Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak bersifat boros.
- Tidak bergaya hidup mewah.
- Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Menghargai hasil karya orang lain.
- Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan
ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila.
Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar
diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila
pertama
.
1.
Bangsa Indonesia
menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Manusia Indonesia
percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.
Membina kerukunan hidup
di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.
Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.
Mengembangkan sikap
saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
7.
Tidak memaksakan suatu
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila
kedua
1.
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Mengakui persamaan
derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.
Mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia.
4.
Mengembangkan sikap
saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.
Mengembangkan sikap
tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.
Menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
7.
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
8.
Berani membela kebenaran
dan keadilan.
9.
Bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.
Mengembangkan sikap
hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila
ketiga
1.
Mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.
Sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.
Mengembangkan rasa cinta
kepada tanah air dan bangsa.
4.
Mengembangkan rasa
kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.
Memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.
Mengembangkan persatuan
Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.
Memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila
keempat
1.
Sebagai warga negara dan
warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
2.
Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain.
3.
Mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.
Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.
Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.
Dengan iktikad baik dan
rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.
Di dalam musyawarah
diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.
Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.
Keputusan yang diambil
harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.
Memberikan kepercayaan
kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila
kelima
1.
Mengembangkan perbuatan
yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
2.
Mengembangkan sikap adil
terhadap sesama.
3.
Menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban.
4.
Menghormati hak orang
lain.
5.
Suka memberi pertolongan
kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.
Tidak menggunakan hak
milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.
Tidak menggunakan hak
milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.
Tidak menggunakan hak
milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.
Suka bekerja keras.
10.
Suka menghargai hasil
karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.
Suka melakukan kegiatan
dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Revolusi Mewujudkan Ekonomi Pancasila
Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi
sumbangan besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di
Indonesia juga tidak terlepas dari berkembangnya paham kapitalisme disertai
penerapan liberalisme ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya, kebijakan, program,
dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan
teori-teori kapitalisme-liberal.
Disinilah relevansi Ekonomi Pancasila,
sebagai “media” untuk mengenali (detector)
bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri neo-liberal Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara
kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara.
Pembangunan politik memiliki dimensi yang
strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari
keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah
mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan
masyarakat, antara lain: (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kepentingan
politik tertentu, (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian, (3)
pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya
tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.
Pancasila sebagai paradigma pambangunan
politik dan hukum kiranya tidak perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah
melaksanakan paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat
perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di masa-masa mendatang. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan
oleh beberapa persoalan seperti:
1. Tidak jelasnya
paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak adanya blue print.
2. Penggunaan Pancasila
sebagai paradigma pembangunan masih bersifat parsial.
3. Kurang berpihak pada
hakikat pembangunan politik dan hukum.
Demikian dengan pandangan pakar-pakar ekonomi
arus utama (main stream), kerusakan ekonomi yang dialami sektor modern/ konglomerat
tidak perlu diratapi, dan kita tidak perlu mati-matian memulihkan kondisi
ekonomi pra-krisis yang sangat timpang. Ekonomi kerakyatan adalah sistem
ekonomi yang demokratis, menunjuk pada asas ke-4 Pancasila, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dimana
ekonomi rakyat mendapat dukungan pemihakan yang sungguh-sungguh dari
pemerintah. Bahwa sejauh ini pakar-pakar ekonomi arus utama menolak konsep
ekonomi kerakyatan, bahkan juga ekonomi kekeluargaan, yang hendak digusur dari
pasal 33 UUD 1945, adalah karena mereka secara a priori menganggap ekonomi
kerakyatan bukan sistem ekonomi pasar, tetapi dituduh sebagai sistem ekonomi
“sosialis-komunis” ala Orde Lama 1959-1966. Pandangan dan pemihakan mereka pada
konglomerat yang liberal-kapitalistik memang amat sulit diubah lebih-lebih
setelah (istilah mereka) ”Uni Sovyet pun kapok dengan sosialisme, dan RRC juga
sudah menjadi kapitalis”. Paham sosialisme tidak pernah mati, dan ekonomi RRC tumbuh cepat bukan
karena meninggalkan paham sosialisme tetapi karena amat berkembangnya ekonomi
rakyat. Ekonomi Indonesia akan tumbuh cepat seperti ekonomi RRC jika mampu
mengalahkan virus korupsi yang tumbuh subur sejak awal gerakan reformasi yang
telah benar-benar melenceng.
Ekonomi Pancasila bukanlah sistem ekonomi
baru yang masih harus diciptakan untuk mengganti sistem ekonomi yang kini
“dianut” bangsa Indonesia. Bibit-bibit sistem ekonomi Pancasila sudah ada dan
sudah dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat
perdesaan dalam bentuk usaha-usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
Adapun mengapa praktek-praktek kehidupan riil dan
kegiatan ekonomi rakyat yang mengacu pada sistem (aturan main) ekonomi
Pancasila ini tersendat-sendat, alasannya jelas karena politik ekonomi yang
dijalankan pemerintah bersifat liberal dan berpihak pada konglomerat. Ketika
terjadi krismon 1997-1998, meskipun keberpihakan pemerintah pada konglomerat
belum hilang, tetapi gerakan ekonomi kerakyatan yang dipicu semangat reformasi
memberikan iklim segar pada berkembangnya sistem ekonomi Pancasila yang
berpihak pada ekonomi rakyat.
Oleh karena itu, rakyat melalui
wakil-wakilnya di MPR, mengatakan bahwa pembangunan nasional kita adalah
pengamalan Pancasila. Kita selalu mengatakan bahwa tujuan pembangunan kita
adalah membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan
demikian, maka pembangunan ekonomi kita pun haruslah berlandaskan Pancasila, sebagai
dasar, tujuan, dan pedoman dalam penyelenggaraannya. Dengan dasar pemikiran
tersebut, maka yang ingin kita bangun adalah Ekonomi Pancasila.
Dalam konteks pembangunan
ekonomi di era globalisasi yang sangat dinamis ini, peranan pemerintah suatu
negara menjadi semakin terbatas. Hal ini terjadi bukan semata-mata disebabkan
oleh gencarnya proses liberalisasi dan kapitalisme, tetapi juga oleh kenyataan
bahwa aspek kehidupan masyarakat modern menjadi semakin kompleks. Negara
semakin kurang mampu menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya.
Untuk mengelola dan memajukan ekonomi suatu masyarakat dalam lingkup negara,
diperlukan hadirnya anggota masyarakat yang mampu melihat peluang yang bernilai
ekonomis dan mengelolanya menjadi suatu kegiatan yang memberi keuntungan pada semua
pihak. Tak berlebihan mengatakan bahwa masa depan kesejahteraan rakyat
Indonesia amat ditentukan oleh kiprah para pengusaha Indonesia. Semua negara
yang maju, makmur dan sejahtera memiliki banyak pengusahanya yang tangguh.
Pancasila
sebagai Landasan Pembangunan
Pancasila
sebagai landasan pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek
pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi
logis terhadap pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai
dasar negara dan ideologi nasional.
Hal
ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara
Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai
dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Sedangkan
Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkattan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai
sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau
menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Dalam
melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial
tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus
dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan
dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan
oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan
sebelumnya pada pembahasan berikutnya.
Pancasila
Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Sistem
dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu berlandaskan pada
nilai moral dari pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem ekonomi pancasila
harus didasari oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dan kemanusiaan (humanistis) akan menghasilkan
sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
Sistem
ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial,
makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem
ekonomi pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi
yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem
ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan
dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia harus
mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan
bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Peran
Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri
Pembentukan
karakter generasi muda bangsa merupakan hal yang sangat penting bagi suatu
bangsa dan bahkan menentukan nasib bangsa itu di masa depan termasuk juga
Indonesia. Namun pada kenyataannya, di era globalisasi yang telah menempatkan
generasi muda Indonesia pada derasnya arus informasi yang semakin bebas,
sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai akibat
dari globalisasi.
Akibat
dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak
disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi
muda Indonesia.
Sehingga
upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia untuk
menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi gerakan
revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan
masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar
terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda dalam
melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:[10]
1. Generasi muda sebagai
pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di era
globalisasi ini, peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif
bangsa seperti misalnya meningkatkan dan melestarikan karakter bangsa yang
positif sehingga pembangunan kemandirian bangsa sesuai pancasila dapat tercapai
sekaligus dapat bertahan ditengah hantaman globalisasi.
2. Generasi muda sebagai
pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter
bangsa tentu tidak cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus
menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai
pemberdaya karakter atau character enabler. Misalnya dengan kemauan yang
kuat dan semangat juang dari generasi muda untuk menjadi role model dari
pengembangan dan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang positif di masa
depan agar menjadi bangsa yang mandiri.
3. Generasi muda sebagai
perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan dibutuhkannya adaptifitas
daya saing generasi muda untuk memperkuat ketahanan bangsa Indonesia. Character
engineer menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.
Pengembangan dan pembangunan karakter positif generasi muda bangsa juga
menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang sesuai dengan perkembangan dunia.
Contohnya adalah karakter pejuang dan patriotism yang tidak harus
diartikulasikan dalam konteks fisik, tetapi dapat dalam konteks lainnya yang
bersifat non-fisik. Esensinya adalah peran genarasi muda dalam pemberdayaan
karakter tersebut.
Generasi
muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan ketiga peran
tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan suatu hal
yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan bantuan dari
pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk mrngaktualisasikan peran
tersebut di era globalisasi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar