Sabtu, 01 Desember 2012

Teknik Pengumpulan Data


        Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu, instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya.

            Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya data dapat dilakukan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan, dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. Berikut akan dijelaskan masing-masing dari wawancara, angket, dan observasi.

1.    Interview (Wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hasi (1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut.
1.      Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tantang dirinya sendiri.
2.      Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
3.      Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan peneliti.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.

1.1    Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan sama, dan pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai keterampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara.
Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunkan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara jadi lancar. Peneliti bidang pembangunan misalnya, bila akan melakukan penelitian untuk mengetahui respon masyarakat terhadap berbagai pembangunan yang telah diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka perlu membawa foto atau brosur tentang berbagai jenis pembangunan yang telah dilakukan. Misalnya pembangunan gedung sekolah, bendungan untuk pengairan sawah, pembangunan pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Berikut ini diberikan contoh wawancara terstruktur, tentang tanggapan masyarakat terhadap berbagai pelayanan pemerintah kabupaten tertentu yang diberikan kepada masyarakat. Pewawancara melingkari salah satu jawaban yang diberikan responden.
1.        Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap pelayanan pendidikan dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus
2.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan bidang kesehatan dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus
3.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan bidang transportasi dikabupaten ini ?
a.     Sangat Jelek
b.    Jelek
c.     Bagus
d.    Sangat Bagus
4.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan urusan KTP dikabupaten ini ?
a.     Bagus Sekali
b.    Bagus
c.     Jelek
d.    Sangat Jelek
5.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan penerangan jalan dikabupaten ini ?
a.     Sangat Baik
b.    Baik
c.     Tidak Baik
d.    Sangat Tidak Baik
6.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan saluran air dikabupaten ini ?
a.     Sangat Jelek
b.    Jelek
c.     Bagus
d.    Sangat Bagus
7.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan bidang keamanan dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus
8.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan bidang sarana prasarana jalan dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus
9.        Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan rekreasi dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus
10.    Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu  terhadap pelayanan air minum dikabupaten ini ?
a.     Sangat Bagus
b.    Bagus
c.     Tidak Bagus
d.    Sangat Tidak Bagus

1.2    Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan datang.
Contoh:
Bagaimanakah pendapat bapak/ibu terhadap kebijakan pemerintah terhadap perguruan tinggi berbadan hukum ? dan peluang masyarakat miskin dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu?
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukkan secara pasti permasalahan atau variabel apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatanyang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian tentang iklim kerja perusahaan, maka dapat dilakukan wawancara dengan pekerja tingkat bawah, supervisor, dan manajer.
Untuk mendapat informasi yang lebih mendalam tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur. Misalnya seseorang dicurigai sebagai penjahat, maka peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam, sampai diperoleh keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan.
Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakancara “Berputar-puter baru menukik” artinya pada awal wawancara yang dibicarakan adalah hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan maka segera ditanyakan.
Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun menggunakan pesawat telepon akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan dimana harus melakukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus berhati-hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam kondisi tersebut maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan tidak akurat.
Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukkan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu terlebih dahulu kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini maka suasana wawancara akan lebih baik sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.
Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasaan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi dan kondisi pada saat wawancara. Pewawancara yang tidak dalam kondisi netral, misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh responden. Responden akan memberi data yang bias, bila responden tidak dapart menangkap  dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberi pertanyaan yang bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang telah dikemukakan diatas, sangat mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnnya juga akan mempengaruhi validitas data.
 
2.    Kuesioner (Angket)
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar diwilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.
Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos. Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dengan cepat.
Uma Sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik.

2.1. Prinsip Penulisan Angket
Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka-negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal-hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan, dan urutan pertanyaan.

2.1.1   Isi dan Tujuan Pertanyaan
Yang dimaksud disini adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan ? kalau berbentuk pengukuran maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus disusun dalam skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.

2.1.2 Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner (angket) harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka angket jangan menggunakan bahasa Indonesia. Jadi bahasa yang digunakan dalam angket harus memperhatikan jenjang pendidikan responden, keadilan sosial budaya, dan “frame of reference” dari responden.


2.1.3 Tipe dan Bentuk Pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup, (kalau dalam wawancara: terstruktur dan tidak terstruktur) dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif negatif. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal contoh bagaimanakah tanggapan anda terhadap iklan-iklan di TV saat ini ? Sebaliknya pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan ratio adalah bentuk pertanyaan tertutup.
Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat kalimat positif dan negatif agar responden dalam meberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius dan tidak mekanistis.

2.1.4 Pertanyaan Tidak Mendua
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (double-barreled) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawabannya. Contoh:
Bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan relevansi pendidikan saaat ini ? ini adalah pertanyaan mendua karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu kualitas dan relevansi. Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua yaitu bagaimana kualitas pendidikan ? bagaimanakan relevansi pendidikan ?
2.1.5 Tidak Menanyakan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam instrumen angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat. Contoh:
Bagaimanakah kualitas pendidikan sekarang bila dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu? Menurut anda bagaimanakah cara mengatasi krisis ekonomi saat ini ? (kecuali penelitian yang mengharapkan pendapat para ahli). Kalau misalnya umur responden yang diberi angket baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah maka akan sulit memberikan jawabannya.

2.1.6 Pertanyaan Tidak Menggiring
Pertanyaan dalam angket sebaiknya uga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. Misalnya bagaimanakah prestasi belajar anda selama disekolah dulu ? jawaban responden tentu cenderung akan menyatakan baik. Bagaimanakah prestasi kerja anda selama setahun terakhir? Jawabannya cenderung akan baik.

2.1.7 Panjang Pertanyaan
Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variabel banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak maka instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. Disarankan empirik jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20-30 pertanyaan.

2.1.8 Urutan Pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit atau diacak. Hal ini diperlukan dipertimbangkan karena secara psikologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan sulit atau yang spesifik maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi.

2.1.9 Prinsip Pengukuran
Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variabel yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel maka sebelum instrumen angket tersebut diberikan pada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan tidak reliabel pula.

2.1.10 Penampilan Fisik Angket
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat dikertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan dengan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak dikertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal.

3.    Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada oranng tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupaka suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperanserta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.

3.1    Observasi Berperanserta (Participant Observation)
Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan duka-dukanya. Dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap prilaku yang nampak.
Dalam suatu perusahaan atau organisasi pemerintah misalnya, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati bagaimana prilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan yang lainnya, hubungan karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dan lain-lain.

3.2.   Observasi Nonpartisipan
Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati maka dalam observasi non partisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Misalnya dalam suatu tempat pemungutan suara (TPS), peneliti dapat mengamati bagaimana prilaku masyarakat dalam hal menggunakan hak pilihnya dalam interaksi dengan panitia dan pemilih yang lain. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya membuat kesimpulan tentang prilaku masyarakat dalam pemilihan umum. Pengumpulan data dengan observasi non partisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai dibalik prilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
Dalam suatu proses produksi, peneliti dapat mengamati bagaimana mesin-mesin bekerja dalam mengolah bahan baku, komponen mesin mana yang masih bagus  dan mana yang kurang bagus, bagaimana kualitas barang yang dihasilkan dan bagaimana performance tenaga kerja atau operator mesinnya.

3.2.1 Observasi Terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati kapan dan dimana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang variabel apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur atau angket tertutup dapat juga digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Misalnya peneliti akan melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai yang bertugas dalam pelayanan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), maka peneliti dapat menilai setiap prilaku dan ucapan dengan menggunakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan tersebut.

3.2.2 Observasi Tidak Terstruktur
Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Dalam suatu pameran produk industri dari berbagai negara, peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan.

 

DAFTAR PUSTAKA



Prof. Dr Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Penerbit:
Alfabeta, Bandung. 2006

1 komentar: