BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
1.2 Tujuan
Konflik sosial yang kerap terjadi diantara suku di daerah-daerah merupakan bentuk kurangnya interaksi yang baik diantara manusia disekitar daerah konflik tersebut. Beberapa tujuan yang akan dibahas kenapa seringnya terjadi konflik sosial di daerah-daerah yang ada di Indonesia adalah:
- Perbedaan pendirian dan perasaan disekitar daerah konflik,
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda,
- Kurang interaksi sosial diantara masyarakatnya,
- Perbedaan kebudayaan, dan
- Perbedaan kepentingan individu atau kelompok.
1.3 Sasaran
Konflik sosial yang kerap terjadi didaerah-daerah indonesia terutama yang berada didaerah terjauh pulau indonesia yang merupakan sasaran utama dibuatnya makalah konflik sosial didaerah-daerah indonesia ini. Selain pulau-pulau terjauh dari ibukota indonesia, didaerah perbatasan pulau indonesia dengan negara lain pun kerap terjadi konflik sosial yang berkepanjangan untuk kedua negara yang saling bekerja sama dalam hal perdagangan maupun kerja sama ekonomi dunia. Oleh sebab itu, sasaran tersebut harus diselesaikan hingga selesai sampai titik permasalah yang terjadi, karena bagaimanapun masalah ini tidak akan pernah selesai jika tidak ada pergerakan untuk perubahan keadaan daerah agar lebih kedepannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada
Mantan Wakil Presiden RI Yusuf Kalla mengatakan, selama 66 tahun kemerdekaan RI telah terjadi kurang lebih 14 kali baik konflik horizontal dan vertical yang memakan korban diatas seribu orang. "10 dari 14 konflik memang disebabkan oleh ketidakadilan. coba kita Ambil umum. peristiwa DI/TII termasuk persoalan ketidakadilan. Sama juga seperti kartosuwiryo, maupun konflik aceh. Permesta juga menganggap daerahnya tidak maju. Jadi memang tidak adanya keseimbangan ekonomi,"paparnya Saat memberikan masukan dalam RDPU RUU PKS yang dipimpin oleh Ketua Pansus RUU PKS Adang Darajatun, di Gedung DPR baru-baru ini.
Menurutnya, kita harus dapat membedakan mana konflik ataupun yang berpotensi pemberontakan. " Misalnya konflik Ambon atau poso itu bukan persoalan agama namun terjadi akibat demokrasi yang tiba-tiba yang awalnya seimbang menjadi demokrasi " winner take all ". Saat itu, Poso atau Ambon daerah seimbang. Karena demokrasi masuk dan seiring banyaknya transmigran yagn beragama islam dari Pulau lainnya maka saat pemilu ketua DPRD, Sekwilda semua islam. hingga muncul demoralisasi maupun kecemburuan," katanya.
Dia menambahkan, pada Jaman Soeharto semua demokrasi bisa diatur seimbang jadi bila bupati islam maka wakilnya non islam. Begitu juga di kalimatan yang memunculkan ketidakadilan ekonomi. " Konflik itu terjadi banyak disebabkan ketidakadilan, Ideologi,maupun ada unsur separatis atau pemisahan diri," paparnya.
Jusuf Kalla mengatakan, untuk mencegah konflik harus adanya penegakan hukum dan keadilan. "Konsep saat itu top down dari atas kemudian dibawah akan menyusul artinya stop dulu kekerasan baru kita berunding," ungkapnya.
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan, konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan, konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang
sama.
sama.
3. Konflik nilai, konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan, konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Pola penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan menggunakan strategi seperti berikut: (1) gunakan persaingan dalam penyelesaian konflik, bila tindakan cepat dan tegas itu vital, mengenai isu penting, dimana tindakan tidak populer perlu dilaksanakan; (2) gunakan kolaborasi untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan; (3) gunakan penghindaran bila ada isyu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak; bila kita melihat tidak adanya peluang bagi terpuaskannya kepentingan anda; (4) gunakan akomodasi bila diketahui kita keliru dan untuk memungkinkan pendirian yang lebih baik didengar, untuk belajar, dan untuk menunjukkan kewajaran; dan (5) gunakan kompromis bila tujuan penting, tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan yang lebih tegas disertai kemungkinan gangguan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik sosial yang sering terjadi didaerah-daerah yang ada di indonesia menghasilkan dampak negatif yang cukup besar terhadap kemajuan negara itu sendiri maupun untuk negara lain. Berikut beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan konflik sosial di indonesia :
- Bertambahnya solidaritas anggota kelompok yang berkonflik. Jika suatu kelompok terlibat konflik dengan kelompok lain, maka solidaritas antarwarga kelompok tersebut akan meningkat dan bertambah berat. Bahkan, setiap anggota bersedia berkorban demi keutuhan kelompok dalam menghadapi tantangan dari luar.
- Jika konflik terjadi pada tubuh suatu kelompok maka akan menjadikan keretakan dan keguncangan dalam kelompok tersebut visi dan misi dalam kelompok menjadi tidak dipandang lagi sebagai dasar penyatuan. Setiap anggota berusaha menjatuhkan anggota lain dalam kelompok yang sama, sehingga dapat dipastikan kelompok
tersebut tidak akan bertahan dalam waktu yang lama. - Berubahnya kepribadian individu dalam konflik sosial biasanya membentuk opini yang berbeda, misalnya orang yang setuju dan mendukung konflik, ada pula yang
menaruh simpati kepada kedua belah pihak, ada pribadi-pribadi yang tahan menghadapi situasi konflik, akan tetapi ada yang merasa tertekan, sehingga menimbulkan penderitaan pada batinnya dan merupakan suatu penyiksaan mental. Keadaan ini dialami oleh orang-orang yang lama tinggal di Amerika Serikat. Sewaktu Amerika Serikat diserang mendadak oleh Jepang dalam Perang Dunia II, orang-orang Jepang yang lahir di Amerika Serikat atau yang telah lama tinggal di sana sehingga mengambil kewarganegaraan Amerika Serikat, merasakan tekanan-tekanan tersebut. Kondisi ini mereka alami karena kebudayaan Jepang masih merupakan bagian dari hidupnya dan banyak pula saudaranya yang tinggal di Jepang, sehingga mereka pada umumnya tidak dapat membenci Kerajaan Jepang seratus persen seperti orang-orang amerika asli. - Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa setiap konflik yang terjadi umumnya membawa kehancuran dan kerusakan bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan masing-masing pihak yang berkonflik mengerahkan segala kekuatan untuk memenangkan pertikaian. Oleh karenanya, tidak urung segala sesuatu yang ada di sekitar menjadi bahan amukan. Peristiwa ini menyebabkan penderitaan yang berat bagi pihakpihak yang bertikai. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban
jiwa wujud nyata akibat konflik. - Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak jika setiap pihak yang berkonflik mempunyai kekuatan seimbang, maka muncullah proses akomodasi. Akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan. Ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan pihak yang mengalami konflik menyebabkan dominasi terhadap lawannya. Kedudukan pihak yang didominasi sebagai pihak yang takluk terhadap kekuasaan lawannya. Dari keterangan-keterangan di atas dapat dilihat akibat konflik sebagai bentuk interaksi disosiatif. Walaupun begitu tidak selamanya akibat konflik bersifat negatif. Sebagai contohnya, konflik dalam bentuk lunak biasanya digunakan dalam seminar-seminar dan diskusi-diskusi sebagai media penajaman konsep-konsep atau persoalan ilmiah. Selain itu, konflik dijadikan sebagai sarana untuk mencapai suatu keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat, dapat pula menghasilkan suatu kerja sama di mana masing-masing pihak melakukan introspeksi yang kemudian melakukan perbaikan-perbaikan dan konflik dapat memberi batas-batas yang lebih tegas, sehingga masing-masing pihak yang bertikai sadar akan
kedudukannya dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar